Sejak 15 Desember 2015 ada aturan baru terkait pembelian kartu SIM telepon seluler. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama operator dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) bekerjasama untuk memperketat kepemilikan SIM Card dengan cara mewajibkan kepada pembeli kartu baru untuk menunjukkan identitas asli dan mencatatkan kartu identitas tersebut kepada penjual.
Kartu identitas yang dimaksud harus asli tidak boleh fotocopyan, semisal: KTP, SIM, Passport, kartu keluarga bagi pelajar dan untuk yang masih dibawah umur bisa menggunakan KTP orang tua. Registrasi kartu SIM mesti menggunakan nomor identitas penjual dan data identitas pembeli sehingga tidak bisa lagi dilakukan di luar gerai.
Semua pembelian kartu perdana prabayar akan diregistrasi langsung oleh petugas dari masing-masing operator di konter. Petugas ini disediakan oleh masing-masing operator dan dibekali dengan identitas khusus sehingga semua nomor (yang dibeli) bisa ditelusuri. Merekalah yang akan melakukan registrasi, bukan penjaga konter Saat ini, semua operator masih dalam proses penyelesaian aplikasinya masing-masing,
Petugas operator yang dimaksud berada dalam konter atau gerai dan sudah mendapatkan nomor identitas terdaftar dari operator telekomunikasi.
Selama ini, registrasi prabayar dilakukan oleh pembeli dengan cara mengirim pesan ke 4444. Namun, cara tersebut dinilai terlalu longgar sehingga banyak pembeli yang asal menuliskan nama, alamat, dan tanggal lahir.
Hal ini membuat terjadinya banyak tindakan penyalahgunaan nomor telepon semisal membeli nomor hanya untuk iseng iseng saja, atau untuk kejahatan, SMS spam (pesan singkat yang menggangu) dan biasanya berisi penipuan. Dengan menertibkan proses registrasi prabayar, diharapkan hal seperti itu akan berkurang.
Keuntungan bagi pihak operator telekomunikasi adalah mereka akan mendapatkan pelanggan berkualitas serta bisa mendorong pendapatan mereka. Selain itu dia memberi catatan bahwa saat ini sudah bukan waktunya operator berlomba-lomba memperbanyak jumlah pelanggan.
Registrasi ulang prabayar ini mendesak dilaksanakan, karena belum ada data yang jelas dari operator terkait pelanggannya. Bahkan, operator tak memiliki data base yang lengkap dan benar tentang penggunanya.
Registrasi prabayar pertama kali dijalankan di Indonesia pada 2005. Saat pertama dijalankan, ada sekitar 58 juta nomor prabayar beredar dan sekitar 9,34 persen nomor dihanguskan karena data dianggap tidak valid.
Diperkirakan, saat ini hanya 6 persen, dari total 260 juta nomor prabayar, yang dijamin validitasnya jika proses verifikasi dilakukan.